4. Nanah. Perincian tentang nanah apakah dimaaf sedikit atau banyak dan segala syarat-syaratnya sama persis dengan perincian yang ada seputar pembahasan darah.
5. Asap yg berasal dari sesuatu yg najis. Contohnya jika kotoran binatang yg mengering dibakar lalu mengeluarkan asapnya maka asapnya ini termasuk najis yg dimaaf dengan syarat-syarat berikut:
- asapnya sedikit, diketahui sedikit atau banyak dari bekasnya yg terlihat di baju atau semacamnya, bekas yg biasanya berwarna kuning. Jika bekasnya sedikit menurut 'urf 'aam (pandangan kebanyakan orang) maka dihukumkan sedikit begitu pula jika diragukan apakah sedikit ataukah banyak maka hujumnya adalah sedikit.
- tidak terjadi oleh perbuatannya sendiri. Jika ia sendiri yg sengaja membiarkan bajunya atau lainnya terkena asap najis tsb maka tidak lagi di maaf dan baju itupun menjadi mutanajjis dg najis yg tdk di maaf maka tidak boleh digunakan untuk sholat, thawaf dll.
- bukan asap yg berasal dari anjing dan babi. Syarat terakhir ini disebutkan oleh syekh Ibnu Hajar dalam kitabnya "al imdaad"
6. Uap yg berasal dari najis. Uap ini sama hukumnya dengan asap diatas berikut syarat-syaratnya tapi sedikit uap ini di maaf jika timbul dengan perantara api. Adapun jika timbul tanpa perantara api seperti uap dr kotoran di wc -sebagai contoh- maka uap itu hukumnya suci seperti halnya angin yg keluar dr kemaluan belakang adalah suci hukumnya.
7. Mulut anak bayi laki dan permpuan yg mutanajjis (terkena najis) dikarenakan muntahnya atau yg dikenal dimasyarakat dengan sebutan gumoh, semua yg terkena mulut anak bayi ini baik itu puting payudara si ibu atau lainnya tidak wajib di bersihkan/disucikan karena itu semua di maaf walaupun yakin sekali dimulut sibayi ada najis gumohnya.
8. kotoran binatang yg tidak mengalir darahnya seperti lalat, nyamuk, dan lain-lain. dimaaf najis ini baik sedikit ataupun banyak.
9. kotoran burung selain burung surga (yang kita kenal dengan burung gereja) dan kalelawar. kotoran burung dimaaf baik dibaju, badan dan tempat dengan syarat-syarat berikut:
- sulit dihindari
- tidak sengaja menginjaknya
- tidak basah salah satunya baik kotorannya yang basah atau kakinya yang basah.
jika tidak memenuhi syarat-syarat diatas maka tidak di maaf najisnya, artinya sesuatu yg terkena najis ini menjadi mutanajjis dan harus di bersihkan.
10. Darah kutu, kepinding dan binatang-binatang lainnya yg tidak mengalir darahnya. Dimaaf najis ini baik sedikit ataupun banyak dengan syarat:
9. kotoran burung selain burung surga (yang kita kenal dengan burung gereja) dan kalelawar. kotoran burung dimaaf baik dibaju, badan dan tempat dengan syarat-syarat berikut:
- sulit dihindari
- tidak sengaja menginjaknya
- tidak basah salah satunya baik kotorannya yang basah atau kakinya yang basah.
jika tidak memenuhi syarat-syarat diatas maka tidak di maaf najisnya, artinya sesuatu yg terkena najis ini menjadi mutanajjis dan harus di bersihkan.
10. Darah kutu, kepinding dan binatang-binatang lainnya yg tidak mengalir darahnya. Dimaaf najis ini baik sedikit ataupun banyak dengan syarat:
- tidak bercampur dengan ajnabi (sesuatu selain darah) yang tidak bersifat darurat (sulit dihindari)
- bukan karena perbuatannya sendiri
- najis tersebut ada pada pakaian yang perlu dipakai walaupun hanya untuk berhias.
Bila bercampur dg ajnabi yg bersifat darurat maka tidak dimaaf baik sedikit maupun banyak darahnya.
Bila dikarenakan perbuatannya sendiri maka hanya dimaaf jika darahnya sedikit saja, sebagai contoh jika ia bunuh binatang tersebut dg memencetnya lalu darahnya mengenai tangannya.
Bila darah itu ada dikain tapi kainnya tidak dikenakan melainkan dibentangkan ditanah digunakan sebagai sejadah dalam sholat maka dimaaf jika sedikit saja tapi jika darahnya banyak maka tidak sah sholatnya karena darahnya tidak di maaf dan harus dibersihkan.
Penting: darah kutu dll ini dimaaf hanya dalam prihal sholat dan tidak di maaf dalam prihal air.
Inilah beberapa najis yg dimaaf dan masih banyak lagi najis-najis yg dimaaf yg tidak disebutkan disini yg dapat diketahui dari pembahasan yg lebih lagi mendalam.
penulis: khairullah ramli
penulis: khairullah ramli